“Siapa yang pernah nge-fans dengan penyanyi atau grup/band favorit di masa sekolah; bahkan sampai saat ini? Sebut saja boy band di tahun 90an hingga memasuki tahun 2000, seperti New Kids On The Block, Backstreet Boys, Westlife hingga rock band seperti Metallica, Bon Jovi, Queen, atau band asal Indonesia seperti Kahitna, Dewa, atau Sheila on 7 yang hingga kini memiliki penggemar lintas generasi, di mana masing-masing memiliki kelompok penggemar atau “fandom” dengan nama unik sebagai identitas.

Istilah fandom sudah cukup familiar di masyarakat Indonesia. Mereka adalah kelompok penggemar yang sangat antusias terhadap suatu hal atau fenomona tertentu, khususnya di kalangan yang aktif dalam budaya populer, seperti musik, film, televisi, buku, komik dan hiburan lainnya. Fandom dapat dikatakan sebagai bentuk ‘masyarakat ideal’ atau ‘utopia’ di mana semua anggotanya setara, tidak ada hirarki, sebagai wadah bagi para penggemar untuk mengekspresikan diri, berinteraksi secara bebas tanpa memandang usia dengan sesama penggemar, bahkan selalu setia dengan idola dalam suka maupun duka. Keragaman dan kesetaraan benar-benar terwujud di dalam kelompok ini sehingga hubungan yang solid terbentuk tanpa ada yang dirugikan. Berbagai kegiatan positif dilakukan untuk mendukung serta mempromosikan hal-hal yang disukainya. Berbeda dengan fandom di era 90an, di mana akses internet terbatas dan belum ada media sosial, saat ini semua channel digital memungkinkan penggemar untuk terhubung dan berinteraksi dengan lebih mudah dan cepat.

Grup idola terbukti memiliki pengaruh terhadap penggemar mereka – mencakup berbagai aspek kehidupan dan fans, mulai dari gaya berpakaian, kebiasaan makan, keyakinan, hingga nilai-nilai yang mereka anut. Alhasil, fandom sangat mengikuti perkembangan terbaru dari hal yang mereka sukai, dari membeli merchandise, mendukung dan turut menyebarkan informasi, bahkan turut terlibat dalam kegiatan sosial yang didorong oleh idola mereka.

Saat ini, fandom yang menjamur di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah kelompok penggemar grup idola dari Korea atau yang dikenal sebagai K-Pop-ers. Dan fandom yang memberikan dampak yang cukup signifikan di masyarakat adalah: ARMY (BTS) dan Blink (Blackpink). Salah satu case study adalah saat McDonald’s berkolaborsi dengan BTS melalui menu BTS Meal pada tahun 2021. Para pakar komunikasi berpendapat bahwa McDonald’s tidak memanfaatkan peran BTS sebagai endorser, melainkan peran ARMY sebagai promoter karena kekuatan McDonald’s di dunia digital tidak sekuat ARMY yang memiliki sebaran penggemar hingga ranah global. Hal ini sejalan dengan strategi marketing 4.0, di mana mengandalkan crowd atau sekelompok konsumen sebagai kekuatan utama – selain sebagai user/buyer, juga sebagai promotor.

Dapat disimpulkan, dampak positif fandom terhadap strategi komunikasi suatu brand adalah karena setiap anggotanya melakukan:

– Dukungan dan kesetiaan: mereka aktif membeli, menggunakan, dan mempromosikan kepada orang lain.

Word-of-mouth marketing: fandom yang antusias selalu membicaran tentang kampanye atau merek yang melibatkan idolanya kepada orang lain sehingga banyak orang terpengaruh dan dapat menimbulkan efek domino.

– Konten user-generated: fandom cenderung menciptakan konten kreatif untuk menyampaikan pesan yang berkaitan dengan kampanye atau merek; dapat digunakan sebagai bagian dari strategi komunikasi.

– Dukungan dalam acara dan kampanye: fandom dapat berpartisipasi secara aktif dan berkontribusi dalam konten acara.

– Media sosial dan online buzz: fandom sangat aktif di media sosial; merek dapat berinteraksi langsung dengan penggemar sekaligus dapat mengamplifikasi pesan positif.

– Membantu merek menjangkau target audiens: menggunakan strategi yang relevan untuk meningkatkan target audiens.

Pengaruh dan kekuatan fandom sangat kuat dalam menyebarkan kesadaran terkait merek atau pun isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu, pentingnya suatu merek selalu menjaga hubungan baik dengan fandom-nya. Interaksi yang tulus harus dilakukan dengan saling menghormati minat dan antusiasme mereka, bukan hanya sebagai cara memanfaatkan dukungan dari mereka.

Penulis: Deshinta Bunga, Associate ID COMM dan Mia Herlina, Intern ID COMM.

Editor: Dwi Retno Damayanti, Account Manager ID COMM.